Opini : Meneropong Pemimpin ala HMPS IPM

Sumber: Pamflet oleh Yandri Niron (mahasiswa Ilmu Pemerintahan UNWIRA)

Daily Lumen – “Setiap orang terlahir menjadi pemimpin”. Pernyataan ini merupakan potongan kalimat dari Ketua HMPS Ilmu Pemerintahan dalam upacara penutupan kegiatan Latihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa (LKMM) di Belo. Akan tetapi, ada satu hal yang dilewatkan oleh ketua tersebut, yakni setiap orang memiliki kriteria pemimpin yang berbeda-beda.

Ketika berpikir dan berbicara mengenai pemimpin, seharusnya HMPS Ilmu Pemerintahan melihat realitas yang sedang menampakkan dirinya. Memang benar bahwa ini adalah pemimpin versi HMPS IPM. Namun, apakah ini akan menjadi suatu hal yang menjawab kebutuhan pemimpin zaman postmodern yang dicanangkan oleh mereka?

Dalam bukunya Paideia, Wibowo berbicara banyak soal pemimpin. Akan tetapi, ada satu hal yang paling mendasar dari seorang pemimpin, yaitu kemampuan individu yang akhirnya dibahas oleh penulis tersebut. Terlepas dari asumsi publik tersebut, Wibowo menjelaskan bahwa yang utama dari seorang pemimpin adalah kemampuan individu yang seharusnya sudah dikaruniakan sejak lahir. Sehingga sangat mudah untuk dibentuk menjadi seorang pemimpin.

Paideia merupakan sebuah tempat pelatihan bagi pemimpin yang memiliki bakat khusus sesuai standar orang Yunani Klasik waktu itu. Pemimpin-pemimpin hebat Yunani Klasik banyak yang lahir dari tempat pelatihan tersebut.

Jika berkaca dari pernyataan diatas, seorang pemimpin adalah orang yang sudah terlahir. Tetapi, apakah yang terlahir adalah orang yang memiliki bakat? Pertanyaan ini akan membantu menjawab keinginan pemimpin ala HMPS IPM.

Pemimpin kritis adalah salah satu kriteria dalam dunia kepemimpinan, tetapi objek kontemporer menunjukkan sesuatu yang berbeda. Realitas telah banyak menampilkan model pemimpin kritis yang akhirnya harus terjebak dalam pikirannya sendiri. Contohnya, para petinggi politik yang digerogoti oleh virus korupsi. Ini merupakan bukti nyata bahwa pemimpin kritis bukanlah solusi yang tepat di zaman postmodern. 

Lalu, apa yang menjadi penting bagi seorang pemimpin? Pembahasan dari Wibowo di Paideia tidak berhenti di bakat saja. Tetapi ada sesuatu yang dikemas berbeda dalam buku tersebut. Isi buku lebih menekankan karakter seorang pemimpin.

Berkaitan dengan asumsi Wibowo dalam buku Paideia, Jokowi pernah mempublikasikan jargonnya yang berbunyi “Revolusi Mental”. Inilah point penting untuk menjadi seorang pemimpin. Pemimpin itu bukan hanya berintelektual, melainkan perlu berkarakter juga.

Berdasarkan kajian di atas, pemimpin ala HMPS IPM itu tidak salah. Karena tidak ada yang bisa menyamakan persepsi setiap kelompok tanpa adanya kesepakatan bersama. Jika berbicara soal pemimpin, kita seharusnya menerapkan kegiatan mencari, melihat, mengumpulkan dan membedah objek yang sudah kita temui. Sehingga kesimpulan yang kita buat tidak melahirkan statement yang membingungkan massa dan mampu menjawab kerinduan banyak orang. Karena itu, asumsi ini berperan sebagai instrumen kritis terhadap fenomena pemimpin yang tidak sesuai dengan kebutuhan zaman postmodern. (Iky) 


Komentar

Postingan Populer